Dua Sisi Media Sosial- Sejatinya, sebagai makhluk sosial manusia memiliki kebutuhan dasar untuk didengar dan diperhatikan oleh orang lain. Hal inilah kemudian mendasari munculnya media sosial. Salah satu fungsinya adalah memfasilitasi kita akan kebutuhan di atas.
Sebelum kehadiran Facebook, kita lebih dulu kenal yang namanya MIRC, multiply, blog. Orang-orang berbondong- bondong mencobanya. Saya salah satunya. Sempat kecanduan yang namanya chat pakai mirc.
Lalu, muncullah yang namanya Facebook dengan tampilan yang berbeda dari Friendster. Awal mencoba sempat kebingungan lantas menjadi kecanduan. Rasanya tanpa mengupdate status terbaru di Facebook ada yang kurang.
Kalau menengok beberapa tahun ke belakang, saya suka malu sendiri. Apalagi ingat masa-masa kebodohan saya. Menulis segala macam perasaan saya di dinding Facebook. Belum lagi mengganti status tiap menit.
Dulu, saya pikir semakin sering nulis status itu oke loh. Apalagi curhat masalah pribadi dan dikomentari banyak orang itu keren. Nyatanya saya salah dan baru nyadar itu semua setelah beberapa tahun. Geli aja pas baca-baca status lama. Astaga saya ternyata pernah berada dalam tahapan bikin status tiap menit isinya nggak penting. Dan, saya pernah diremove seorang teman gara-gara keseringan ganti status.
Dari kasus ini saya belajar tentang banyak hal. Bahwa nggak semua orang harus tahu tentang masalahmu. Ada bermacam-macam karakter manusia di luar sana yang kadang suka atau tidak dengan kita. Dan, kejamnya media sosial itu saat kita melakukan suatu kesalahan akan selalu diingat bahkan berpengaruh ke kehidupan nyata.
Belakangan, media sosial berubah menjadi ajang untuk saling melempar berita bohong palagi mendekati masa kampanye pemilihan umum. Beranda media sosial ubahnya panggung sandiwara yang penuh drama. Belum lagi perang isu antar kandidat. Pihak A akan membuat suatu berita tentang Pihak yang sudah diputarbalikkam isinya. Demi sebuah kepentingan.
Entahlah, sekarang saya merasa bahwa media sosial tak lagi seramah dulu. Orang-orang lebih terbuka dan kritis dalam mengomentari status orang lain. Beberapa orang tidak lagi peduli pada etika berkomentar. Dengan santainya mereka memaki, merendahkan orang lain atau bahkan mengolok-ngolok. Ah, menyedihkan.
Media sosial yang dulu dianggap tempat yang nyaman dalam membagi berita/infomasi penting kini berubah menjadi sebuah mata pisau yang siap menikam. Salah-salah dikit status kamu bisa dijadikan bahan buat memfitnah. Agak ngeri-ngeri sedap gimana gitu. Apalagi jaman sekarang sebagian orang menjadikan media sosial sebagai kiblat berita. Orang dengan gampangnya membagikan tulisan yang terkadang kebenarannya masih diragukan.
Saking bosennya ngelihat media sosial yang semakin panas kok saya lebih suka bacain status yang unyu-unyu atau kepoin akun instagram. Lihat foto-foto yang bagus bikin mata adem dan kepala tetap dingin. Kadang main-main ke twitter barang sejenak.
Yah. Mungkin memang eranya semua keterbukaan. Dulu mah sebelum media sosial ngehits, rasanya guyup. Ngobrol bareng keluarga dengan santai dan hangat. Sekarang, semua pada sibuk untuk menulis status terkini di media sosial bahkan saat makan malam bersama.
Intinya mah. Bijak aja deh dalam menggunakan media sosial. Gunakan dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai kamu gunakan media sosial untuk menyakiti orang lain.
Salam,
Kalau menengok beberapa tahun ke belakang, saya suka malu sendiri. Apalagi ingat masa-masa kebodohan saya. Menulis segala macam perasaan saya di dinding Facebook. Belum lagi mengganti status tiap menit.
Dulu, saya pikir semakin sering nulis status itu oke loh. Apalagi curhat masalah pribadi dan dikomentari banyak orang itu keren. Nyatanya saya salah dan baru nyadar itu semua setelah beberapa tahun. Geli aja pas baca-baca status lama. Astaga saya ternyata pernah berada dalam tahapan bikin status tiap menit isinya nggak penting. Dan, saya pernah diremove seorang teman gara-gara keseringan ganti status.
Dari kasus ini saya belajar tentang banyak hal. Bahwa nggak semua orang harus tahu tentang masalahmu. Ada bermacam-macam karakter manusia di luar sana yang kadang suka atau tidak dengan kita. Dan, kejamnya media sosial itu saat kita melakukan suatu kesalahan akan selalu diingat bahkan berpengaruh ke kehidupan nyata.
Belakangan, media sosial berubah menjadi ajang untuk saling melempar berita bohong palagi mendekati masa kampanye pemilihan umum. Beranda media sosial ubahnya panggung sandiwara yang penuh drama. Belum lagi perang isu antar kandidat. Pihak A akan membuat suatu berita tentang Pihak yang sudah diputarbalikkam isinya. Demi sebuah kepentingan.
Entahlah, sekarang saya merasa bahwa media sosial tak lagi seramah dulu. Orang-orang lebih terbuka dan kritis dalam mengomentari status orang lain. Beberapa orang tidak lagi peduli pada etika berkomentar. Dengan santainya mereka memaki, merendahkan orang lain atau bahkan mengolok-ngolok. Ah, menyedihkan.
Media sosial yang dulu dianggap tempat yang nyaman dalam membagi berita/infomasi penting kini berubah menjadi sebuah mata pisau yang siap menikam. Salah-salah dikit status kamu bisa dijadikan bahan buat memfitnah. Agak ngeri-ngeri sedap gimana gitu. Apalagi jaman sekarang sebagian orang menjadikan media sosial sebagai kiblat berita. Orang dengan gampangnya membagikan tulisan yang terkadang kebenarannya masih diragukan.
Saking bosennya ngelihat media sosial yang semakin panas kok saya lebih suka bacain status yang unyu-unyu atau kepoin akun instagram. Lihat foto-foto yang bagus bikin mata adem dan kepala tetap dingin. Kadang main-main ke twitter barang sejenak.
Yah. Mungkin memang eranya semua keterbukaan. Dulu mah sebelum media sosial ngehits, rasanya guyup. Ngobrol bareng keluarga dengan santai dan hangat. Sekarang, semua pada sibuk untuk menulis status terkini di media sosial bahkan saat makan malam bersama.
Intinya mah. Bijak aja deh dalam menggunakan media sosial. Gunakan dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai kamu gunakan media sosial untuk menyakiti orang lain.
Salam,
iyap bener banget. malah saya berpendapat bahwa para komentator sekarang lebih jahat daripada si penulis status. huhu
ReplyDeleteiya mbak. Sedih banget sama komentar-komentar jahat orang itu.
DeleteIya setuju banget
ReplyDeleteUjung jari kita harus sinkron nih sama otak dan hati
Jangan sampai ujung jari pengen eksis, update status melulu belakangan baru deh mikir saat sudah kebablasan
Iya mbak, Kalau asal jeplak itu loh respon orang di luar sana yang nggak nguatin
DeleteKayaknya semua org pernah gtu deh mbak, aku pun mengalami masa setiap detik update status, skrng mah ketawa aja klo inget masa2 itu hehe :D
ReplyDeleteHahaha. Saya geli kalau baca status lama sambil nunjuk ke diri sendiri. Itu saya? :D
DeleteIni betul banget
ReplyDeletesemua itu bagaikan koin mata uang ... ada dua sisi. Positif dan Negatif
Tantangan kita bagaimana mengambil manfaat seoptimal mungkin dari apapun aktifitas yang kita kerjakan ... (termasuk sosial media)
"Bahwa nggak semua orang harus tahu tentang masalahmu"
Saya suka banget kata-kata ini!!!
Salam saya
Media sosial sekarang rada seram, Om. Udah lagi nggak seramah dulu. Semua bisa berkomentar apa aja tanpa mikir efeknya
DeleteTepat banget..
ReplyDeleteKita memang musti menggunakan sosmed dngn bijak..
Salah ngomong aja bisa fatal banget akibatnya..
Hahahhaa...
Iya. Komentarnya jahat-jahat dan menakutkan
DeleteIya memang sosmed seperti Facebook terlalu banyak yg negative kalau nggak selektif. Salam kenal btw...🙂
ReplyDeleteIya. Salam kenal :)
Delete