Dokpri |
"Hoi. Kami ngapain sih ngelihat cangkir kopi segitunya?" Martha menarik sebuah kursi di sampingku.
Gesekan antara kaki kursi dan lantai menimbulkan suara yang membuatku mendongak.
Martha terlihat cantik hari ini Ah. Tidak. Dia selalu cantik. Gaun selutut bermotif polkadot berwarna hitam melekat pas pada tubuhnya yang mungil.
Tingginya sekitar 163 cm. Kulit putih tapi tidak pucat. Wajahnya berbentuk oval dengan potongan rambut bob. Alisnya melengkung seperti bulat sabit. Matanya yang legam menyerupai biji almond. Alisnya menjuntai lentik. Bibirnya dipoles lipstik berwarna Cherry
Segala tentang dia membuatku mabuk kepayang.
Segala tentang dia membuatku mabuk kepayang.
"Gue lagi membayangkan kopi ini," jawabku sekenanya.
"Ngapain juga kamu ngebayangin kopi? Kurang kerjaan?"
"Gue lagi membayangkan seandainya kulit gue sehitam kopi ini?"
"Apa hubungannya?" Martha menarik kursinya lebih dekat lagi denganku.
"Kalau kulitku sehitam kopi ini. Kamu pasti suka. Soalnya kamu kan pecinta kopi."
Martha mendelik. Samar-samar kulihat rona merah pada kedua tulang pipinya.
"Beno Sastrawijaya! Kamu baru saja menembakku?"
Aku mengedikkan bahu. Sembari menikmati raut wajah Martha yang semakin bersemu merah dari balik cangkirku.
163cm mungil mba??? Gimana nasibku yg 155 ini, dikira kurcaci kali yah *nagisdipojokan
ReplyDeleteWkwkwk....mungil di mata beno
DeleteXixixixi... Rayuan maut wakakakaka....
ReplyDeleteModus 😂
DeleteWaaah, kopi maut itu 😍 hihihi
ReplyDeleteWkwkkw...yang bikin kopi maut 😄
DeleteErrrr.... saya juga suka kopi.
ReplyDeleteWkwkkw....pengin dimodusin juga?
Deletetapi aku nggak mungil haha
DeleteHeheheh
DeleteMantap mbak
ReplyDeleteMakasih :)
DeleteTrus jadian, trus makan2 donk ",)~
ReplyDeleteHahaha..nanti saya tanya Beno sama Martha
Deletesuka sama kopinya...tapi gak suka yang item hahahaha
ReplyDelete