Engkaulah rindu, yang tak mampu meretas cemas di antara jarak dan waktu, sebab jeda, terasa lambat membawa kita pada satu titik temu.
Engkaulah daun rindu, berguguran satu demi satu luruh di berandaku, menjelma sunyi yang paling bisu pada jingga senjaku.
Pada rona senja, kita bicara dengan kesunyian yang bertelanjang dada, entah berapa lama rindu mampu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?
Pada senja, kita bicara dengan sepi yg bertelanjang dada, entah berapa lama rindu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?
Lalu, segala doa luruh bersama senja yang mulai mengabu, lirih dari tangis pesakitan rindu yang belum tertuntaskan.
Note:
Buat kamu yang sudah ku paksa menulis puisi, terima kasih ya.
(pria senja)
Engkaulah daun rindu, berguguran satu demi satu luruh di berandaku, menjelma sunyi yang paling bisu pada jingga senjaku.
Pada rona senja, kita bicara dengan kesunyian yang bertelanjang dada, entah berapa lama rindu mampu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?
Pada senja, kita bicara dengan sepi yg bertelanjang dada, entah berapa lama rindu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?
Lalu, segala doa luruh bersama senja yang mulai mengabu, lirih dari tangis pesakitan rindu yang belum tertuntaskan.
Note:
Buat kamu yang sudah ku paksa menulis puisi, terima kasih ya.
(pria senja)
0 COMENTÁRIOS
Post a Comment