Kegemaran saya membaca buku sejak kecil ikut andil membangun mimpi saya menjadi seorang penulis. Saya berterima kasih pada Mami yang pada akhirnya membuat saya menjadi penggila buku.
Saya mulai suka menulis sejak duduk di bangku SMP. Bermodal mesin ketik milik papa, saya menuliskan apa aja yang ada dalam benak. Pernah bergaya ala mahasiswa dengan membuat analisa tentang Pancasila (Sok gede banget yak. Padahal masih juga SMP).
Tulisan-tulisan itu saya baca sendiri. Masih malu-malu untuk menunjukkan kepada orang lain. Pokoknya kalau habis ngetik sukanya langsung dibuang. Soalnya takut ketahuan orangtua. Pernah sih sekali Papi baca tulisan saya. Beliau bilang tulisan saya bagus.
Pencapaian terbesar waktu itu adalah menulis naskah pentas untuk Drama Kesenian. Saya menulis sendiri kisah. Waktu itu kalau nggak salah mengambil ide mengenai Putri Salju. Tapi kemudian saya tulis ulang menjadi Putri Salju dan Buaya Putih. Hasilnya memuaskan. Seluruh anggota kelompok saya merasa puas.
Kegiatan menulis sempat terhenti. Maklum sebagai anak yang mulai beranjak gede. Saya lebih menyibukkan diri dengan main bersama teman-teman. Sesekali ngegebet kakak kelas yang ganteng :D
Memasuki masa SMA saya mengalami banyak perubahan terlebih lagi soal sosial-emosional. Menjelang kenaikan kelas 2 saya kembali masuk RS untuk menjalani operasi pergantian pacu jantung. Buat saya saat itu adalah titik balik dalam kehidupan saya. Tahu sendiri, kan? Menjadi remaja itu nggak mudah. Kalau ada sedikit 'badai' pada masa remajamu. Bisa dipastikan akan mempengaruhi sedikit dirimu.
Salah satu yang berubah adalah saya memilih menjadi pribadi yang tertutup dan tak percaya diri. Di luaran mungkin saya terlihat ceria, tegar, dan penuh semangat. Sesungguhnya saya rapuh. Operasi itu telah merenggut sebagian kepercayaan diri saya.
Saya tak lagi percaya pada orang lain. Saya tumbuh menjadi pribadi yang sensitif. Segala komentar orang lain mengenai kesehatan saya akan disimpan dalam otak. Kemudian saya akan memikirkannya hingga larut malam dan tertidur dengan bantal basah.
Orangtua saya tak pernah tahu kalau saya depresi. Dihadapan mereka saya berlagak menjadi pribadi yang ceria. Karena saya tak ingin menambah beban di pundak mereka. Saya tak ingin menambah kesedihan pada raut wajah Papi dan Mami. Saya lebih suka menutupnya rapat-rapat.
Lantas saya kemudian untuk mencoba kembali menulis. Kali ini saya memilih buku Diary dengan gembok yang pada saat itu adalah benda idaman para remaja. Pada buku Diary saya berkeluh kesah. Semua perasaan senang, marah, sedih, kesal, saya tuangkan dalam buku. Tak peduli saat menulis saya harus menangis. Yang pasti saya merasa lega tiap kali curhat sama Diary. Entah kenapa saat itu kepercayaan saya pada manusia berkurang. Saya berada pada level jenuh untuk curhat kepada orang lain.
Seiring waktu depresi saya sembuh setelah rutin menulis diary. Sejak saat itu saya percaya bahwa dengan menulis segala emosi negatif yang mengendap di dalam hati menguap bersama gerakan pena. Hanya tersisa rasa lega. Dari menulis saya juga belajar banyak hal yaitu melihat masalah dari dua mata sisi.
Buat saya menulis itu menyembuhkan luka. Selebihnya menulis itu bersenang-senang.
Salam Hangat,
Swastikha
Saya mulai suka menulis sejak duduk di bangku SMP. Bermodal mesin ketik milik papa, saya menuliskan apa aja yang ada dalam benak. Pernah bergaya ala mahasiswa dengan membuat analisa tentang Pancasila (Sok gede banget yak. Padahal masih juga SMP).
Tulisan-tulisan itu saya baca sendiri. Masih malu-malu untuk menunjukkan kepada orang lain. Pokoknya kalau habis ngetik sukanya langsung dibuang. Soalnya takut ketahuan orangtua. Pernah sih sekali Papi baca tulisan saya. Beliau bilang tulisan saya bagus.
Pencapaian terbesar waktu itu adalah menulis naskah pentas untuk Drama Kesenian. Saya menulis sendiri kisah. Waktu itu kalau nggak salah mengambil ide mengenai Putri Salju. Tapi kemudian saya tulis ulang menjadi Putri Salju dan Buaya Putih. Hasilnya memuaskan. Seluruh anggota kelompok saya merasa puas.
Kegiatan menulis sempat terhenti. Maklum sebagai anak yang mulai beranjak gede. Saya lebih menyibukkan diri dengan main bersama teman-teman. Sesekali ngegebet kakak kelas yang ganteng :D
Memasuki masa SMA saya mengalami banyak perubahan terlebih lagi soal sosial-emosional. Menjelang kenaikan kelas 2 saya kembali masuk RS untuk menjalani operasi pergantian pacu jantung. Buat saya saat itu adalah titik balik dalam kehidupan saya. Tahu sendiri, kan? Menjadi remaja itu nggak mudah. Kalau ada sedikit 'badai' pada masa remajamu. Bisa dipastikan akan mempengaruhi sedikit dirimu.
Salah satu yang berubah adalah saya memilih menjadi pribadi yang tertutup dan tak percaya diri. Di luaran mungkin saya terlihat ceria, tegar, dan penuh semangat. Sesungguhnya saya rapuh. Operasi itu telah merenggut sebagian kepercayaan diri saya.
Saya tak lagi percaya pada orang lain. Saya tumbuh menjadi pribadi yang sensitif. Segala komentar orang lain mengenai kesehatan saya akan disimpan dalam otak. Kemudian saya akan memikirkannya hingga larut malam dan tertidur dengan bantal basah.
Orangtua saya tak pernah tahu kalau saya depresi. Dihadapan mereka saya berlagak menjadi pribadi yang ceria. Karena saya tak ingin menambah beban di pundak mereka. Saya tak ingin menambah kesedihan pada raut wajah Papi dan Mami. Saya lebih suka menutupnya rapat-rapat.
Lantas saya kemudian untuk mencoba kembali menulis. Kali ini saya memilih buku Diary dengan gembok yang pada saat itu adalah benda idaman para remaja. Pada buku Diary saya berkeluh kesah. Semua perasaan senang, marah, sedih, kesal, saya tuangkan dalam buku. Tak peduli saat menulis saya harus menangis. Yang pasti saya merasa lega tiap kali curhat sama Diary. Entah kenapa saat itu kepercayaan saya pada manusia berkurang. Saya berada pada level jenuh untuk curhat kepada orang lain.
Seiring waktu depresi saya sembuh setelah rutin menulis diary. Sejak saat itu saya percaya bahwa dengan menulis segala emosi negatif yang mengendap di dalam hati menguap bersama gerakan pena. Hanya tersisa rasa lega. Dari menulis saya juga belajar banyak hal yaitu melihat masalah dari dua mata sisi.
Buat saya menulis itu menyembuhkan luka. Selebihnya menulis itu bersenang-senang.
Salam Hangat,
Swastikha
Saya juga lebih suka nulis diary. Sekarang ganti nulisnya di blog
ReplyDeleteIya. Sudah jarang nulis tangan sekarang :(
DeleteSetuju. Terkadang, menulis membuat kepenatan yang ada hilang seketika. Nice share :)
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir. Selamat bersenang-senang dengan kata :)
Deletemenulis itu menyembuhkan luka .. setuju sama kalimat itu
ReplyDeleteMakasih :)
DeleteMenulis melepaskan emosi secara positif
ReplyDeleteSetuju kakak :)
Deletepernah depresi karena mencari ide menulis gak?
ReplyDeletePernah sih kesulitan ide tapj nggak sampai depresi ;)
DeleteYa ampun ceritanya sedih mbak :( kalau aku suka nulis karena aku bisa mengekspresikan semua imajinasiku, bisa menjadi diriku sendiri, memberi pengaruh dan hiburan buat banyak orang. Semangat terus nulisnya mbak, :)
ReplyDeleteMakasih banyak riska :)
Deletejadi sesek n pingin nangis waktu tau setiap malam bantal basah.. rasanya sedih banget kalau nangis sendiri. ga ngira mba tikha bisa jadi pribadi yang ceria:-)
ReplyDeleteYa aku juga nulis berawal dari diary kini sedang mencoba nulis di Blog. Dengan menulis aku bebas berekspresi, dan menulis menyembuhkan luka itu memang benar..
ReplyDelete